“Jejak Kelam di Balik Hilangnya Alvaro: Dendam, Rekayasa, dan Akhir Tragis Sang Ayah Tiri”


Pada Maret 2025, bocah berusia 6 tahun bernama Alvaro Kiano Nugroho hilang setelah pergi mengaji di sebuah masjid di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Kakeknya kemudian melapor ke Polsek setempat karena sang cucu tidak kunjung kembali. 

Setelah penyelidikan panjang, polisi akhirnya menetapkan ayah tiri Alvaro, yang berinisial AI, sebagai tersangka atas peristiwa penculikan dan pembunuhan. 

Menurut pengakuan AI, ia menculik Alvaro dari masjid, lalu membekapnya hingga meninggal dunia karena bocah itu menangis terus-menerus.  Setelah korban tewas, jenazah Alvaro tidak langsung dibuang: AI menyimpannya selama tiga hari di garasi rumah, tepat di belakang mobil silver.  Kemudian, pada tanggal 9 Maret 2025, jasad Alvaro dibuang ke kawasan Tenjo, Kabupaten Bogor. 

Motif keji pembunuhan ini pun terungkap: AI merasa dendam terhadap istrinya, yang bekerja di luar negeri dan diduga berselingkuh. Kakek Alvaro bahkan menyebut kecemburuan sebagai penyulut tragedi, bahwa AI menganggap istrinya melakukan hubungan dengan laki-laki lain. 

Pada akhirnya, AI tidak sempat menghadapi persidangan: setelah ditetapkan sebagai tersangka, ia meninggal dunia diduga karena bunuh diri di ruang konseling Polres Metro Jakarta Selatan, bukan di sel tahanan. 

Kasus ini kemudian menarik perhatian internal kepolisian: Propam (Profesi dan Pengamanan) memeriksa dua personel polisi yang piket di ruang konseling saat AI mengakhiri hidupnya. 

Sementara itu, kakek Alvaro menyatakan rasa bersalah yang mendalam atas kematian cucunya. Dan di level publik, tokoh seperti Puan Maharani menyuarakan keprihatinan bahwa tragedi ini harus ditangani serius agar tidak terulang.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.